Rabu, 05 November 2014

TUGAS SOFTSKILL 2-BAHASA INDONESIA 2

REMUNERASI
PENDAHULUAN
Pengertian Remunerasi
Remunerasi adalah total kompensasi yang diterima oleh pegawai sebagai imbalan dari jasa yang telah dikerjakannya. Biasanya bentuk remunerasi diasosiasikan dengan penghargaan dalam bentuk uang (monetary rewards), atau dapat diartikan juga sebagai upah atau gaji. Remunerasi mengandung dua unsur, yaitu kompensasi dan komisi (bonus).
Maksud dan Tujuan Kebijakan Remunerasi
Para aparatur negara adalah bagian dari pemerintahan. Maka dalam konteks reformasi birokrasi dilingkungan tersebut, upaya untuk menata dan meningkatkan kesejahteraan para pegawai adalah merupakan kebutuhan yang sangat elementer, mengingat kaitannya yang sangat erat dengan misi perubahan kultur pegawai (reformasi bidang kultural). Sehingga dengan struktur gaji yang baru (nanti), setiap pegawai diharapkan akan mempunyai daya tangkal (imunitas) yang maksimal terhadap rayuan atau iming-iming materi (kolusi).
Siapa saja yang Mendapatkan Remunerasi?
Sesuai dengan Undang-undang no. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025 dan Peraturan Meneg PAN, Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008, tentang Pedoman umum reformasi birokrasi. Kebijakan remunerasi diperuntukan bagi seluruh pegawai negeri di seluruh lembaga pemerintahan. Yang berdasarkan urgensinya dikelompokan berdasarkan skala prioritas ke dalam tiga kelompok :
1.      Prioritas pertama adalah seluruh Instansi Rumpun Penegak Hukum, rumpun pengelola Keuangan Negara, rumpun Pemeriksa dan Pengawas Keuangan Negara serta Lembaga Penertiban Aparatur Negara.
2.      Prioritas kedua adalah Kementrian/lembaga yang terkait dengan kegiatan ekonomi, sistem produksi, sumber penghasil penerimaan negara dan unit organisasi yang melayani masyarakat secara langsung termasuk Pemda.
3.      Prioritas ketiga adalah seluruh kementrian/lembaga yang tidak termasuk prioritas pertama dan kedua.
Landasan Hukum Kebijakan Remunerasi
a.       UU No 28/1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.
b.      UU No.43/1999 tentang perubahan atas UU No.8/1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Yang salah satu substansinya menyatakan bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil & layak sesuai dengan beban pekerjaan & tanggung jawabnya. ( Psl 7, UU No.43/1999)
c.       Undang-undang No. 17 tahun 2007, tentang Rencana Pembangunan Nasional jangka panjang 2005-2025. Khususnya pada Bab IV butir 1.2, huruf E. Yang menyatakan bahwa : “Pembangunan Aparatur Negara dilakukan melalui Reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan tata pemerintahan yanq baik. Di pusat maupun di daerah, agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan dibidang bidang lainnya. “.
d.      Perpres No.7/2005, tentang Rencana pembangunan jangka menengah Nasional.
e.       Konvensi ILO No. 100;, Diratifikasi pd th 1999, bunyinya ‘Equal remuneration for jobs of equal value’. (Pekerjaan yang sama nilai atau bobotnya harus mendapat imbalan yang sama)
Prinsip Dasar Kebijakan Remunerasi
Prinsip dasar kebijakan remunerasi adalah adil dan proporsional. Artinya kalau kebijakan masa laiu menerapkan pola sama rata (generalisir), sehingga dikenal adanya istilan PGPS (pinter goblok penghasilan sama). Maka dengan kebijakan remunerasi, besar penghasilan (reward) yang diterima oleh seorang pejabat akan sangat ditentukan oleh bobot dan harga jabatan yang disandangnya.

CONTOH KASUS :
REMUNERASI TAK CEGAH KORUPSI
Kamis, 11 April 2013, 01:30 WIB
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga Pargono Riyadi, penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, memeras wajib pajak Asep Hendro. Kasus ini memunculkan anggapan sistem remunerasi untuk pegawai pajak tidak efektif mencegah perilaku korup.
Wakil Ketua Komisi XI Achsanul Qosasih mengatakan, godaan terhadap petugas yang terkait langsung dengan penerimaan negara, seperti perpajakan, memang sangat tinggi. Sistem remunerasi atau tunjangan kinerja diberikan agar pegawai pajak menghindari sifat korup. “Remunerasi ini tidak ampuh,” kata dia, kepada Republika, Rabu (10/4).
Dia pun berkesimpulan, masih adanya pegawai pajak yang memeras atau menerima pemberian ini menunjukkan persoalan bukan pada tidak terpenuhinya kebutuhan, tapi masalah mental. Dia menerangkan, persoalan mental ini menjadi persoalan yang sulit ditemukan solusinya.
Perbaikan kesejahteraan dalam bentuk lainnya dipastikan tidak bakal memperbaiki mental tersebut. “Diberikan Gaji berapa pun, rasanya masih akan ada aparat yang mencoba merongrong penerimaan negara," ujar Achsanul. Menurut anggota Fraksi Partai Demokrat ini, saat ini sebenarnya ada banyak pegawai pajak yang baik dan memiliki dedikasi terhadap negara. Tapi, peristiwa ini mengingatkan Ditjen Pajak perlu melakukan perbaikan secara terus-menerus.
Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardojo mengatakan tidak sepakat dengan penilaian itu. Menurut dia, banyaknya penangkapan menunjukkan sistem pencegahan korupsi di institusinya berjalan dengan baik. “Jadi, kami mohon KPK terus menindak. Saya juga minta Dirjen Pajak untuk menindaklanjuti sisi administratif dan Irjen Kemenkeu juga menindaklanjuti hal ini," kata Agus.
KPK menangkap Pargono ketika menerima uang Rp 25 juta dari Rukimin Tjahyono alias Andreas di Stasion Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (9/4). Dari hasil pemeriksaan, juru bicara KPK Johan Budi mengatakan, Pargono diduga menyalahgunakan wewenang dan memaksa Asep Hendro untuk menyerahkan sejumlah uang.
Kepada Asep, Pargono menyatakan pajak pribadi dan perusahaannya, yaitu Asep Hendro Racing Sport (AHRS), bermasalah. Untuk menyelesaikannya, Asep harus menyerahkan uang Rp 125 juta. Asep menyerahkan uang melalui Rukimin sebagai perantara.
Pargono disangkakan Pasal 12 huruf e atau Pasal 23 UU Nomor 20/2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 421 KUHP. Ancaman pasal ini, yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, Kemenkeu, Kismantoro Petrus mengatakan, proses penangkapan Pargono dan Andreas serta Asep merupakan hasil koordinasi dan kerja sama antara KPK dan Ditjen Pajak. Terkait nasib pargono, Kismantoro menyatakan, dia dibebaskan sementara dari jabatannya sebagai Fungsional Pemeriksa Pajak Madya di Kantor Wilayah DJP Jakarta Pusat sejak menjadi terperiksa di KPK.
Apabila bersalah, dia akan diberhentikan dengan tidak hormat. Sampai Rabu (10/4) malam, KPK hanya menetapkan Pargono sebagai tersangka pemerasan. Sedangkan Asep Hendro bersama tiga orang lainnya dibebaskan dari sangkaan. N Muhammad Akbar Wijaya/ Muhamamad Iqbal/ Bilal Ramadhan Ed: Ratna Puspita

KESIMPULAN
Dari contoh kasus remunerasi di atas, dapat diambil kesimpulan sistem remunerasi untuk pegawai pajak tidak efektif mencegah perilaku korupsi. Karena godaan terhadap petugas yang terkait langsung dengan penerimaan negara, seperti perpajakan, memang sangat tinggi.
Akan lebih baik jika pemerintah perlu mempertimbangkan besarnya jumlah remunerasi untuk PNS yang sesuai dengan efisiensi dan profesionalitas masing-masing pegawai.

DAFTAR PUSTAKA