Jumat, 10 Mei 2013

Tugas 1-Perekonomian Indonesia-Tema :Sistem Pendidikan Di Indonesia Terhadap Tingginya Jumlah Pengangguran


LEMAHNYA SISTEM PENDIDIKAN DI INDONESIA YANG BERDAMPAK PADA TINGGINYA ANGKA PENGGANGGURAN


       I.            Abstrak
Kurangnya perhatian masyarakat tentang pentingnya pendidikan merupakan salah satu penyebab banyaknya pengangguran yang ada di Indonesia. Dan juga tidak meratanya pendidikan bukan lagi hal yang aneh atau hal yang baru dalam permasalahan yang terjadi di Indonesia. Contohnya saja seperti yang berada di daerah-daerah terpencil. Mereka harus berusaha untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Faktor-faktor yang tidak memungkinkan mereka untuk mendapatkan pendidikan yang baik pun menjadi halangan bagi mereka.
Krisis ekonomi pun bukanlah alasan yang menyebabkan munculnya masalah pengangguran di Indonesia. Ada masalah lain di berbagai sektor yang turut menyumbang andil dalam terciptanya masalah pengangguran di Indonesia. Dan peran pemerintah merupakan salah satu faktor untuk mengurangi angka pengangguran di Indonesia.
Ketidakmerataan dan juga segala hal tentang pendidikan di Indonesia harus diperhatikan lagi oleh pemerintah. Agar tidak terulang kembali sehingga sistem pendidikan di Indonesia semakin membaik dan tidak seperti sistem pendidikan yang sudah ada sebelumnya, da juga pendidikan di Indonesia tidak lagi dipandang buruk oleh negara lain di dunia. Dan semua generasi dapat merasakan pendidikan yang baik tanpa memandang status.

    II.            Pendahuluan
Masalah kependudukan yang serius dihadapi oleh negara berkembang pada umumnya, antara lain berkisar pada masalah mutu pendidikan, kesiapan tenaga pendidik, fasilitas, dan lapangan pekerjaan. Masalah-masalah bangsa Indonesia pun semakin kompleks ditambah tingginya jumlah pengangguran, khususnya pengangguran terdidik yang menurut data BPS mencapai 1,1 juta orang pada tahun 2009. Disisi lain di luar sana tantangan untuk mendapatkan pekerjaan sangat sulit. Dimana perguruan tinggi yang meluluskan mahasiswa secara besar-besaran diikuti meledaknta tenaga kerja yang produktif, maka persaingan semakin tajam, yang disisi lain daya tampung lapangan pekerjaan di Indonesia terbatas jika dibandingkan dengan SDM yang ada.
Kekurangtersediaan lapangan pekerjaan akan berimbas pada kemapanan sosial dan ekstensi pendidikan dalam perspektif masyarakat. Pada masyarakat yang tengah berkembang, pendidikan diposisikan sebagai sarana untuk peningkatan kesejahteraan melalui pemanfaatan kesempatan kerja yang ada. Tingginya angka pengangguran semakin menambah tingkat kemiskinan dan merosotnya kesejahteraan masyarakat Indonesia. BPS mencatat selama tiga tahun terakhir, jumlah penduduk miskin terus bertambah secara konsisten. Sungguh sempurna permasalahan sosial di negeri tercinta ini. Dan hingga kini, belum banyak campur tangan pemerintah dalam upaya penyelesaian berbagai permasalahan tersebut.
Lapangan pekerjaan merupakan indikator penting tingkat kesejahteraan masyarakat dan sekaligus menjadi indikator keberhasilan penyelenggaraan "pendidikan". Maka merembaknya isu pengangguran terdidik menjadi sinyal yang cukup mengganggu bagi perencana pendidikan di negara-negara berkembang pada umumnya, khususnya juga di Indonesia.
Apabila diruntut, sebenarnya akar dari semua permasalahan sosial yang berada di Indonesia adalah sistem pendidikan yang diterapkan. Mengapa demikian?, hal ini terjadi karena pondasi utama sebuah bangsa tergantung pada tingkat efektivitas dan efisiensi pendidikannya. Ketika sebuah bangunan memiliki pondasi yang dirasa kurang kokoh, maka berbagai permasalahan pun senantiasa menghampiri, dan bisa jadi bangunan tersebut akan roboh, bahkan hancur. Begitu juga dengan sistem pendidikan, apabila sebuah sistem yang berperan sebagi pengatur dan pengelola pendidikan itu rapuh, maka akan berdampak buruk pada output yang dihasilkan, yakni peserta didik.

 III.            Landasan Teori
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang memiliki kualitas daya saing sumber daya manusia yang sangat rendah. Hal ini terbukti dari data Badan PBB yang menangani masalah pendidikan (United Nation Development Program) bahwa pada tahun 2007, Indonesia menduduki posisi ke 107 berdasarkan daya saing kualitas sumber daya manusianya. Data ini dapat menjadi suatu evaluasi khusus bagi pendidikan di Indonesia agar dapat dibenahi sebagaimana mestinya.
Melihat data di atas, dapat ditarik sebuah pernyataan bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih lemah. Lemahnya sistem pendidikan Indonesia ditunjukkan dengan kondisi nyata pendidikan saat ini, yakni masih diterapkannya sebuah sistem yang menghasilkan lulusan-lulusan siap bekerja tanpa dibekali oleh softskill  lain seperti kemampuan untuk menciptakan lapangan pekerjaan serta moral kepribadian yang baik. Kurikulum yang diterapkan pun masih berkisar  pengembangan intelektual tanpa spiritual dan moral, serta terpaku pada textbook tanpa berorientasi pada praktek.
Sebenarnya, pendidikan merupakan sebuah dasar yang sangat penting bagi sebuah peradaban manusia, selain itu pendidikan memiliki peranan yang sangat besar dan sangat berpengaruh bagi kelangsungan hidup suatu bangsa. Sebagaimana diungkapkan Tilaar dalam bukunya Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia, disebutkan bahwa hakikat pendidikan memiliki peranan yang sangat penting dan strategis dalam masyarakat. Peran strategis yang dimaksud di sini adalah peran pendidikan sebagai tonggak keilmuan yang akan memetakan langkah suatu bangsa, atau dengan kata lain akan dibawa kemanakah nasib suatu bangsa itu.
Kini peran sekolah di Indonesia pun berubah menjadi “pabrik pendidikan”. Pendidikan nilai dan norma diserahkan orang tua kepada sekolah. Padahal kita mengetahui faktanya bahwa sekolah lebih cenderung mengajar daripada mendidik. Pendidikan di Indonesia akan membawa anak bangsa menjadi generasi pasif ketika pendidikan tak dibarengi dengan internalisasi nilai, moral, dan spiritual sejak dini secara aplikatif. Kesadaran moral pun tidak akan pernah tumbuh jika aspek spiritual peserta didik hanya berdasar kognitif belaka, bukan alih praktis.
Mengutip pernyataan Ketua DPR RI Marzuki Alie dari Inilah.com (2012) bahwa Marzuki menyebutkan, pendidikan yang berbasis pada pengembangan intelektual tanpa nilai spiritual dan sosial merupakan metode pendidikan yang perlu dikoreksi. Karena intelektual tinggi tanpa diimbangi nilai spiritual dan sosial tidak akan menghasilkan kecerdasan yang utuh.
Begitulah pendidikan, sangat kompleks dalam keberjalanannya, sehingga diperlukan keseimbangan aspek intelektual, moral dan spiritual agar lahir para generasi muda pilihan bangsa yang berkualitas, cerdas lahir batin, dan berbudi pekerti luhur, sehingga dapat memegang tongkat estafet kepemimpinan Indonesia, menuju Indonesia mandiri dan bermartabat.

 IV.            Pembahasan

A.     Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolah SMP, SMA, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu belum membutuhkan pekerjaan.
B.     Jenis & Macam Pengangguran
1.      Pengangguran Struktural / Structural Unemployment
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang disebabkan adanya penambahan struktur ekonomi, misal dari negara agraris ke industri.
2.      Pengangguran Volumtari / Volumetary Unemployment
Pengangguran volumtari adalah pengangguran karena ia secara sukarela tidak mau bekerja.
3.      Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya ketidakcocokan antara lowongan pekerjaan dengan keahlian yang dimiliki.
4.      Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena menunggu musim, misal dari musim tanam ke musim panen.
5.      Pengangguran Teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang disebabkan karena adanya tenaga orang dengan mesin.
6.      Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran akibat adanya perubahan-perubahan dalam tingkat kegiatan perekonomian.

Pengangguran juga dapat dibedakan atas pengangguran sukarela (voluntary unemployment) dan dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran sukarela adalah pengangguran yang menganggur untuk sementara waktu karna ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Sedangkan pengangguran dukalara adalah pengangguran yang menganggur karena sudah berusaha mencari pekerjaan namun belum berhasil mendapatkan kerja.
C.     Masalah pengangguran di Negara Indonesia
Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi salah satu faktor utama rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita. Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab, rendahnya taraf hidup di negara - negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk sumber daya manusia. Jika dibandingkan dengan negara - negara maju.
Pemanfaatan sumber daya yang dilakukan oleh negara - negara berkembang relatif lebih rendah dari pada yang dilakukan di negara - negara maju karena buruknya efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Dua penyebab utama dari rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia adalah karena tingkat pengangguran penuh dan tingkat pengangguran terselubung yang terlalu tinggi dan terus melonjak.
Pengangguran penuh atau terbuka yakni terdiri dari orang-orang yang
sebenarnya mampu dan ingin bekerja, akan tetapi tidak mendapatkan lapangan
pekerjaan sama sekali. Berdasarkan data dari Depnaker pada tahun 1997 jumlah
pengangguran terbuka saja sudah mencapai sekitar 10%.
D.    Tingkat Pengangguran
1.      Tingkat Pengangguran Menurut Umur
Tingkat pengangguran yang dimaksud disini adalah tingkat pengangguran terbuka atau open unemployment rate. Ukuran ini merupakan salah satu tolak ukur ketenagakerjaan yang banyak digunakan untuk melihat sampai seberapa jauh penawaran tenaga keja, serta bagaimana permintaan akan kesempatan kerja. Diperoleh dengan cara menghitung jumlah absolut angkatan kerja yang menganggur, baik mereka yang baru lulus sekolah dan pertama kali mencari pekerjaan, maupun yang sudah pernah bekerja tetapi sedang mencari kembali pekerjaan, dibagi dengan total angkatan kerja dikalikan seratus. Jika tingkat pengangguran 10 persen, berarti ada 10 orang penganggur dari setiap 100 orang angkatan kerja. Memperlihatkan pola tingkat pengangguran yang sangat umum, yaitu memiliki persentase yang tinggi pada kelompok umur muda (15-19 tahun), kemudian menurun tajam hingga usia 30-34 tahun. Pada umur-umur tua, relatif stabil rendah, untuk kemudian meningkat lagi pada kelompok usia non produktif, karena mungkin masih banyak yang pensiun tapi masih mencari pekerjaan.
2.      Tingkat Pengangguran Menurut Tingkat Pendidikan
Tingkat pengangguran menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan lebih menarik untuk di bahas. Pada umumnya tingkat pengangguran di pedesaan lebih rendah dari perkotaan, namun pada tingkat SLTP angkanya
sedikit lebih tinggi di pedesaan, dan pada klasifikasi SLTA angkanya hampir sama.
Kemungkinan penyebab ini adalah banyaknya lulusan SLTP yang tidak mampu melanjutkan pendidikan ke SLTA, tetapi langsung mencari kerja.
Baik di daerah pedesaan maupun di perkotaan, tingkat pengangguran yang paling tinggi adalah pada jenjang SLTA. Kondisi ini belum banyak berubah sejak beberapa decade terakhir Hal ini dapat dibuktikan dengan mengkaji ulang.
Beberapa tulisan yang membahas mengenai pengangguran seperti Effendi (1993) yang memakai data SUPAS 1985, pembahasan yang berasal dari data sensus penduduk 1990 serta Sakernas 1996 oleh Tjiptoherijanto dan Soemitro (1998), serta analisis Setiawan (2002) terhadap angkatan kerja dan pengangguran, yang didasarkan pada data ketenagakerjaan hasil Sakernas 2001.
E.      Dampak Pengangguran
a.       Terhadap Perekonomian Negara
1)     Pengangguran dapat mengakibatkan masyarakat tidak dapat mencapai tingkat kemakmuran secara maksimum. Hal ini terjadi karena pengangguran menyebabkan pendapatan riil masyarakat akan lebih rendah dari pendapatan nasional, sehingga kemakmuran yang dicapai masyarakat akan lebih rendah.
2)     Pengangguran akan mengakibatkan pendapatan nasional dari sektor pajak berkurang.
3)     Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi
b.      Terhadap Individu
1)     Pengangguran dapat mnghilangkan mata pencaharian dan pendapatan.
2)     Pengangguran dapat menghilangkan keterampilan.
3)     Pengangguran dapat mengakibatkan masalah sosial dan politik.

F.      Data Pengangguran Di Negara Indonesia
Jumlah Pengangguran di Negara Indonesia hingga tahun 2005 mencapai 11,15 juta jiwa dari total jumlah penduduk yang mencapai 223 juta jiwa. Jumlah ini menjadikan Negara Indonesia pada saat itu menempati peringkat ke seratus tiga puluh tiga dunia dalam hal pengangguran.
Menurut Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Malang,Wahyu Santoso jumlah pengangguran ini tak sebanding dengan jumlah lowongan yang tersedia selama tahun 2005.
Data di Dinas menyebutkan dari 28,467 ribu ( dua puluh delapan juta empat ratus enam puluh tujuh ribu ) pengangguran, tercatat pengangguran berpendidikan sarjana mencapai 504 ribu ( lima ratus empat ribu ) penganggur, pengangguran berpendidikan SMA sebanyak 2,703 ribu ( dua juta tujuh ratus tiga ribu ) , dan berpendidikan SMP sebanyak 4,761 ribu ( empat juta tujuh ratus enam puluh satu ribu )."Selebihnya lulusan SD dan tak berijazah. Para sarjana menganggur karena tidak memiliki bekal kemampuan tambahan misalnya bahasa asing, membuat, dan kerajinan. Padahal kemampuan tambahan itu merupakan nilai plus bagi para pencari kerja. "Seharusnya saat kuliah mereka mencari kemampuan tambahan," katanya.
Untuk memperkecil jumlah pengangguran, Disnakersos menggelar berbagai kegiatan, seperti bursa kerja. Selain itu juga terus menjalin kerja sama dengan perusahaan di luar Negeri untuk bisa merekrut Warga Negara Indonesia sebagai tenaga kerja TKI keluar negeri. Wahyu berharap hingga akhir tahun 2009 jumlah PHK di Negara Indonesia tidak terus bertambah.
Menurut umur, angka pengangguran di Indonesia sudah mencapai 11 juta (usia 15 tahun keatas) dan 8.5 juta-nya penduduk usia 15-29 tahun. Seperti pada Histogram 1 di atas, menunjukan angka pengangguran terbuka (%) menurut umur (15 tahun ke atas, 15-29 tahun dan 30-49 tahun). Terlihat jelas bahwa pengangguran terbuka banyak terjadi di usia remaja 15 sampai 29 tahun (23%). Di usia tersebut banyak sekali lulusan sekolah yang ingin mendapatkan pekerjaan, dari yang baru lulus SMP, SMU maupun perguruan tinggi termasuk yang tidak sekolah. Sangat masuk akal jika hal ini terjadi. Sedangkan untuk usia 30-49 tahun, jumlah penganggurannya tidak terlalu tinggi (hanya4%). Angkapengangguran terbuka penduduk usia lebih dari 15 tahun ke atas sekitar10.4%.Jika kita lihat, ternyata kaum perempuan-lah yang banyak sebagai penganggurterbuka, sekitar27.6% (usia 15-29 th) atau13.7% (usia di atas 15 tahun). Hal-halyang menyebabkan fenomena ini antara lain masih adanya diskriminasi gender,jenis pekerjaan yang tersedia kebanyakan untuk laki-laki. Hal-hal tersebut masih perlu dianalisa lebih lanjut.
G.    Cara-cara Mengatasi Pengangguran
1.      Pengangguran Struktural
a.       Pengangguran mobilitas modal dan tenaga kerja.
b.      Pertumbuhan tenaga kerja dari sektor yang berlebihan dan sektor yang kekurangan.
c.       Mengadakan pelatihan tenaga kerja.
d.      Mendirikan industri padat karya.
2.      Pengangguran Siklus
Mengarahkan dan meningkatkan daya beli masyarakat terhadap barang dan jasa.

H.    Cara-cara Lain
1.      Perluasan tenaga kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru terutama industri padat karya.
2.      Deregulasi dan debirokratisasi dibidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru.
3.      Pembukaan proyek umum oleh pemerintah.
4.      Menggalakkan pembangunan sektor informal.
5.      Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja dan sektor agraris dan sektor informal lainya.
6.      Menggalakkan pelakasaan keluarga berencana.
7.      Mendirikan pusat-pusat (balai-balai) latihan kerja.

I.       Kondisi ketenagakerjaan yang memprihatinkan
Masalah ketenagakerjaan di Indonesia sekarang ini sudah mencapai kondisi yang cukup memprihatinkan. Hal itu ditandai dengan adanya jumlah pengangguran yang besar, pendapatan yang relatif rendah dan kurang merata. Sebaliknya pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan - pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal, dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang. Kondisi pengangguran dan setengah pengangguran yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, menjadi beban keluarga dan masyarakat, sumber utama kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminal dan dapat menghambat pembangunan dalam jangka panjang.
J.        Perekonomian dan kualitas SDM yang rendah
Hingga saat ini, masalah pengangguran di Indonesia sepertinya tidak pernah terselesaikan secara tuntas. Kondisinya diperparah dengan persoalan ekonomi yang juga tidak kunjung selesai setelah terpuruk di akhir abad dua puluh yang lalu. Permasalahan lain, berkaitan dengan kualitas sumber daya manausia dari para penganggur sendiri, misalnya dari aspek tingkat pendidikan yang masih belum begitu bagus. Jika penganggur berkualifikasi pendidikan tinggi, sering dihadang oleh kesempatan kerja yang sangat terbatas. Bukan rahasia lagi, banyak mereka yang bekerja pada posisi yang sebetulnya bisa diisi oleh mereka yang berpendidikan rendah atau menengah. Keadaan seperti ini memunculkan fenomena mismatch, yaitu angkatan kerja yang bekerja pada posisi yang tidak sesuai dengan pendidikannya.
Selain karena sulitnya lapangan pekerjaan, persoalan pengangguran dihadapkan pula pada bermunculannya para penganggur baru, yaitu orang-orang yang baru lulus mengikuti pendidikan, kemudian meramaikan pasar kerja. Dalam kondisi penganggur lama, yaitu mereka yang pernah bekerja tetapi masih mencari pekerjaan belum tertangani, maka kedatangan penganggur baru di pasar kerja turut menambah rumitnya persoalan ketenagakerjaan di Indonesia.
K.     Kurangnya perhatian masyarakat terhadap masalah kependudukan
Selama ini, masalah kependudukan boleh dikatakan masih kurang mendapat perhatian dari masyarakat maupun tokoh-tokoh masyarakat. Baik itu dari para politisi, tokoh agama, pakar ekonomi maupun tokoh masyarakat lainnya. Memang pada saat ini sebagian besar orang pada umumnya sudah tidak berkeberatan lagi dengan program untuk mengontrol kelahiran, tetapi sayangnya masih kurang sekali kesadaran untuk melaksanakannya. Dianggap sebagai hal yang tidak penting. Padahal, kalau kita mau menyadari, sebenarnya masalah kependudukan ini adalah masalah yang teramat penting. Tidak kalah pentingnya dengan berbagai macam masalah lainnya yang seringkali kita perdebatkan dalam berbagai seminar dan diskusi. Dan sebenarnya berkaitan erat dengan masalah ekonomi, hukum dan norma agama. Jadi, memang tidak bisa diabaikan begitu saja. Sebenarnya, masalah kependudukan ini sudah bisa diatasi dengan baik bila saja sejak dulu sudah ada upaya yang sungguh-sungguh dari pihak pemerintah maupun tokoh-tokoh masyarakat untuk mengatasi masalah ini. Sayangnya, hal itu dulu masih belum ada. Dulu masih banyak orang yang menentang program KB. Kalaupun sudah ada yang menyetujuinya, umumnya mereka masih enggan melaksanakannya. Pada zaman Orde Lama, dari pihak pemerintah pun tidak ada kesadaran akan masalah ini. Pada saat itu jumlah penduduk Indonesia masih berkisar 100 juta jiwa dan seandainya pada saat itu sudah ada upaya yang sungguh-sungguh tentunya tidak perlu penduduk Indonesia meledak seperti sekarang ini.
L.      Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap program KB
Pada zaman Orde Baru, masalah kependudukan ini memang sudah mulai dibenahi. Keluarga Berencana dianjurkan di mana-mana dan di banyak tempat mendapat sukses. Tetapi, karena masih sangat kurangnya kesadaran dari masyarakat dan kurang intensifnya usaha dari pemerintah, maka di banyak tempat pula usaha ini mengalami kegagalan. Jumlah penduduk masih terus bertambah dengan sangat pesatnya. Bila pada awal Orde Baru masih berjumlah sekitar 100 juta jiwa, maka pada akhir Orde Baru sudah berjumlah lebih dari 200 juta. Berlipat dua kali hanya dalam waktu 30 tahun saja. Suatu kecepatan pertumbuhan yang sulit dicari bandingannya sepanjang sejarah umat manusia.

    V.            Kesimpulan
Dari tulisan di atas dapat disimpulkan bahwa, penyabab banyaknya pengangguran termasuk lulusan sarjana sekalipun adalah tidak meratanya pendidikan yang diberikan pemerintah seperti di daerah-daerah terpencil. Kemudian kondisi ketenagakerjaan yang memprihatinkan untuk menunjang aktifitas pendidikan yang sedang berlangsung yang menyabakan tidak kondusifnya proses pengajaran. Perekonomian dan kualitas SDM yang rendah pun menjadi halangan bagi sistem pendidikan.
Kurangnya perhatian masyarakat terhadap masalah kependudukan, Serta kurangnya kesadaran masyarakat terhadap program KB pun menjadi hal yang harus diperhatikan, karena sumber daya manusia yang disiapkan harus berkualitas dan bisa mengajarkan dengan baik yang bisa menyampaikan ajaran dengan baik dan benar sesuai tata cara yang telah ditentukan.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain, yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar kerja. Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari kerja.

 VI.            Daftar Pustaka
http://www.andisite.com, 2007
http://www.datastatistik-indonesia.com, 2007
http://www.dephan.go.id, 2007
http://www.google.co.id, 2007
http://id.wikipedia.co.id, 2007
http://www.instruments.worldpress.com, 2007
http://www.suarapembaruan.com, 2007
Buku Intisari Ekonomi, Drs. Nur Jaka, Pustaka Setia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar