TINGKAT SUKU BUNGA BANK
I.
Abstrak
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui
dan menganalisis pengaruh Bank Tingkat
suku bunga Indonesia dan tingkat inflasi.
Kemudian tulisan ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai bahan kajian, literatur atau referensi bagi para penulis
berikutnya dalam melakukan
pengembangan karya tulis yang berhubungan dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia, tingkat inflasi dan
nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Serta sebagai gambaran yang jelas kepada pihak-pihak yang berkepentingan
seperti perbankan, perusahaan dan
yang lainnya mengenai pengaruh tingkat suku bunga Bank Indonesia terhadap nilai tukar rupiah atas dolar
Amerika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perbedaan yang signifikan antara tingkat bunga variabel dan inflasi Bank Indonesia terhadap nilai tukar rupiah dari US $. Ada efek yang signifikan antara
tingkat bunga variabel dari Bank Indonesia
secara parsial terhadap nilai tukar dari US $, dan ada beberapa hubungan
antara suku bunga variabel Bank dan inflasi dari tradisional.
Maka pemerintah diharapkan untuk lebih meningkatkan perhatiannya pada
perekonomian lagi, jadi krisis ekonomi yang pernah dialami tidak akan terjadi
lagi dan berharap bahwa Bank Indonesia selalu memainkan peran aktif dalam
mengendalikan kondisi ekonomi dari kewenangan secara khusus, mengontrol tingkat suku bunga dan inflasi sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi dapat
meningkatkan.
II.
Pendahuluan
Krisis moneter yang dimulai dengan
merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian, termasuk
perbankan. Inflasi merupakan salah
satu dampak dari terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda suatu negara. Inflasi adalah
suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus
dalam jangka waktu yang cukup lama
yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah
dengan menekan uang beredar baik dalam arti sempit (M1) maupun arti luas
(M2) atau likuiditas perekonomian.
Efek dari kebijakan ini, bank-bank swasta maupun bank-bank pemerintah berlomba-lomba menaikkan suku bunga. Bunga yang
diberikan oleh bank-bank pada
masyarakat merupakan daya tarik yang utama bagi masyarakat untuk melakukan penyimpanan uangnya di bank,
sedangkan bagi bank, semakin besar dana masyarakat
yang bisa dihimpun, akan meningkatkan kemampuan bank untuk membiayai operasional aktivanya yang sebagian
besar berupa pemberian kredit pada masyarakat.
Tidak jarang bank-bank menetapkan suku
bunga terselubung, yaitu suku bunga
simpanan yang diberikan lebih tinggi dari yang diinformasikan secara resmi melalui media massa. Dengan harapan
tingkat suku bunga yang dinaikkan akan
menyebabkan jumlah uang yang beredar akan berkurang karena orang lebih senang menabung daripada
memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif atau menyimpannya dalam bentuk kas di rumah. Sebaliknya, jika tingkat
suku bunga terlalu rendah, jumlah
uang yang beredar di masyarakat akan bertambah karena orang akan lebih senang memutarkan uangnya pada
sektor-sektor yang dinilai produktif.
Suku bunga yang tinggi akan mendorong
investor untuk menanamkan dananya di bank
daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga
dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga.
Namun ternyata kebijakan ini dapat
menimbulkan dampak negatif pada kegiatan
ekonomi. Kebijakan uang ketat disatu sisi memang menunjukkan indikasi yang
baik pada nilai tukar yang secara
bertahap menunjukkan kecenderungan menguat namun di sisi lain kebijakan uang ketat yang mendorong
tingkat suku bunga tinggi ternyata dapat
menyebabkan cost of money menjadi mahal, hal yang demikian akan memperlemah
daya saing ekspor di pasar dunia
sehingga dapat membuat dunia usaha tidak bergairah melakukan investasi dalam negeri, produksi akan turun, dan
pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan.
III.
Landasan
Teori
Menurut Nopirin mendefinisikan suku bunga
adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan
merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga
mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih
banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan
sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga
lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan
penawaran uang.
Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku
bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga
nominal adalah tingkat bunga (rate) yang dapat diamati di pasar. Sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur
tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan.
Tingkat suku bunga juga digunakan
pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di
masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat
suku bunga yang tinggi.
Dengan tingkat suku bunga tinggi yang
diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah
uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.
Menurut Edward dan Khan (1985) ada dua
jenis faktor yang menentukan nilai suku bunga,
yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan
nasional, jumlah uang beredar (JUB),
dan inflasi yang diduga. Sedangkan faktor eksternal merupakan suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai tukar
valuta asing.
Menurut Laksmono (2001), nilai suku bunga
domestik di Indonesia sangat terkait dengan
suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional
dan kebijakan nilai tukar yang kurang fleksibel. Selain suku bunga internasional, tingkat diskonto SBI juga
merupakan faktor penting dalam penentuan
suku bunga di Indonesia.
Peningkatan diskonto SBI segera direspon
oleh suku bunga PUAB (Pasar Uang
Antar Bank), sedangkan respon suku bunga deposito baru muncul setelah 7–8 bulan. Faktor lain yang turut berpengaruh dalam
penentuan suku bunga di Indonesia
adalah kondisi likuiditas yang berdampak pada suku bunga PUAB dalam jangka pendek. Namun dalam
jangka panjang akan mendorong arus modal masuk sehingga pengaruhnya terhadap suku bunga deposito dan suku bunga
kredit lebih kecil.
IV.
Pembahasan
Suku Bunga
Ada tiga teori yang menjelaskan hubungan
antara suku bunga yang berbeda jangka waktu
(Laksmono, 2001:76), yaitu:
1. Segmented
Market Theory, mengatakan bahwa masing-masing instrumen dengan jangka waktu berbeda ditentukan oleh
pasar yang berbeda dengan permintaan dan
pasokan pasar yang berbeda. Teori ini mengasumsikan peminjam dan pemberi pinjaman memiliki preferensi terhadap
jangka waktu tertentu. Dalam teori
ini diasumsikan bahwa peminjam dan pemberi pinjaman tidak berpindah dari satu pasar ke pasar lain sehingga instrumen dengan
jangka waktu berbeda tidak dapat
saling berganti. Pendapatan di setiap pasar dianggap tercipta dari permintaan dan pasokan di pasar
tersebut.
2. Expectation
Theory menganggap instrumen jangka waktu berbeda dapat saling berganti secara sempurna. Suku bunga
merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga
jangka pendek selama periode instrumen jangka panjang. Teori ini
menjelaskan perbedaan term structure
of interest rate dari waktu ke waktu dan juga menerangkan kecenderungan suku bunga instrumen jangka waktu yang
berbeda bergerak searah karena
adanya pergantian.
3. Preferred
Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek sepanjang
periode instrumen jangka panjang
ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi penawaran dan permintaan saat itu. Teori
ini mengasumsikan adanya substitusi
antar instrumen dan adanya preferensi investor atau instrumen tertentu yang disebut juga pergantian tidak
sempurna. Dalam preferred habitat
theory ini, suku bunga pada periode n sama dengan rata-rata dari ekspektasi suku bunga bulan ke depan selama periode n
ditambah dengan premium. Adanya
liquidity premium membedakan teori ini dengan lainnya. Umumnya peminjam dana menawarkan liquidity premium yang positif
untuk menarik pembeli instrumen
jangka panjang sebagai kompensasi atas risiko likuiditas yang lebih besar dibandingkan instrumen jangka pendek.
Kurs
Kurs
valuta asing adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu negara dengan
negara lain. Nilai kurs terbagi
atas:
1. Kurs
jual adalah harga jual valuta asing oleh bank atau money changer.
2. Kurs
beli adalah kurs yang diberlakukan bank apabila bank membeli valuta asing.
Nilai tukar mata uang yang lainnya disebut
Kurs. Menurut Paul R. Krugman dan Maurice (1994:73) Kurs adalah harga sebuah
mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang
lainnya.
Menurut Nopirin (1996:163) Kurs adalah
pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan
nilai/harga antara kedua mata uang tersebut.
Menurut Salvator (1997:10) Kurs atau Nilai
Tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Transaksi Valuta
Asing dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling menukarkan simpanan bank
mereka serta melaksanakan secepatnya.
Kurs yang melandasi perdagangan seketika
(On The Spot) ini disebut Kurs Spot (Spot Exchange Rate), sedangkan kesepakatannya
disebut Transaksi Spot. Istilah “seketika” atau “spot” ini sebenarnya kurang
tepat mengingat pertukaran spot lazimnya baru dilaksanakan dua hari setelah tercapainya
kesepakatan.
Keterlambatan ini terjadi karena dalam
kebanyakan transaksi bank perlu dua hari guna melaksanakan instruksi pembayaran
(misalnya berupa cek). Dalam kepustakaan Pasar Valuta Asing, tanggal dimana
kedua belah pihak benar-benar menerima dana yang mereka beli, yakni dua hari setelah
kesepakatannya, disebut Tanggal Nilai (Value Date).
Beberapa kesepakatan Valuta Asing secara
khusus menetapkan suatu tanggal nilai lebih dari dua hari, bisa 30 hari, 90
hari, 180 hari, atau bahkan beberapa tahun. Kurs yang menjadi dasar bagi transaksi
semacam ini disebut Kurs Berjangka (Forward Exchange Rate). Biasanya, Kurs ini
akan memiliki selisih bila dibandingkan dengan Kurs Spot maupun Kurs Berjangka
yang tanggal nilai pemberlakuannya berbeda. Bila hari ini anda sepakat menjual
Pound untuk memperoleh dolar dimasa mendatang atas dasar Kursnya di waktu
kemudian, maka anda “menjual pound berjangka” dan “membeli dolar berjangka”.
Pendekatan Perdagangan Terhadap Pembentukan
Kurs Salah satu model kurs tradisional yang sangat penting didasarkan pada
kajian terhadap arus pertukaran barang dan jasa antar negara, artinya model ini
melihat bahwa nilai tukar atau kurs antar dua mata uang dari dua negara
ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan barang dan jasa yang berlangsung diantara
kedua negara tersebut. Itulah sebabnya model ini lazim disebut sebagai
pendekatan perdagangan (trade approach) atau pendekatan elastisitas
(elastisitas approach to exchange rate determination).
Menurut pendekatan ini kurs equilibrium
adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor dari suatu negara.
Jika nilai impor negara tersebut lebih besar ketimbang nilai ekspornya (artinya
negara yang bersangkutan mengalami defisit perdagangan).
Maka kurs mata uangnya akan mengalami
peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan nilai
tukar) dan hal ini akan berlangsung secara cepat dalam sistem kurs mengambang
yang berlaku saat ini. Peningkatan kurs (angka nominalnya) atau penurunan nilai
tukar mata uang tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi ekspornya
menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sedangkan berbagai
produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik.
akibatnya lambat laun ekspor negara tersebut mengalami kenaikan dan impor
menurun sampai akhirnya nilai perdagangan internasionalnya benarbenar seimbang
(impor = ekspor).
Karena kecepatan proses penyesuaian
tersebut ditentukan oleh respon atau elastis impor dan ekspor terhadap
perubahan-perubahan kurs, maka pendekatan ini disebut pendekatan elastisitas
(Salvator : 1997:42). Kurs antara dua mata uang bisa dibuat sama di berbagai
pusat moneter melalui arbitrase. Istilah ini mengacu pada praktek pembelian
suatu mata uang disebut pusat moneter dimana harganya lebih murah, untuk
kemudian segera dijual kembali ke pusat moneter lainnya yang menawarkan harga
lebih mahal, dalam rangka mencetak keuntungan dalam jangka pendek. Begitu
kegiatan arbitrase berlangsung, kurs antar dua mata uang cenderung mendekat
sehingga sama besarnya di dua pusat moneter yang terkait.
V.
Kesimpulan
Terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia
dan inflasi secara bersama-sama terhadap nilai tukar rupiah atas US$. Dan pengaruh yang signifikan antara
variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia
secara parsial terhadap nilai tukar rupiah atas US$. Serta pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi secara
parsial terhadap nilai tukar rupiah
atas US$. Dan hubungan yang erat
antara variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia dan inflasi terhadap nilai tukar rupiah atas US$.
VI.
Daftar
Pustaka
Buku
Intisari Ekonomi, Drs. Nur Jaka, Pustaka Setia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar