Jumat, 10 Mei 2013

Tugas 3-Perekonomian Indonesia-Tema : 3. Suku Bunga Perbankan dengan Pemberian Kredit Khususnya Usaha Kecil dan Menengah


TINGKAT SUKU BUNGA BANK


       I.            Abstrak
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Bank Tingkat suku bunga Indonesia dan tingkat inflasi. Kemudian tulisan ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan kajian, literatur atau referensi bagi para penulis berikutnya dalam melakukan pengembangan karya tulis yang berhubungan dengan tingkat suku bunga Bank Indonesia, tingkat inflasi dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika. Serta sebagai gambaran yang jelas kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti perbankan, perusahaan dan yang lainnya mengenai pengaruh tingkat suku bunga Bank Indonesia terhadap nilai tukar rupiah atas dolar Amerika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan yang signifikan antara tingkat bunga variabel dan inflasi Bank Indonesia terhadap nilai tukar rupiah dari US $. Ada efek yang signifikan antara tingkat bunga variabel dari Bank Indonesia secara parsial terhadap nilai tukar dari US $, dan ada beberapa hubungan antara suku bunga variabel Bank dan inflasi dari tradisional.
Maka pemerintah diharapkan untuk lebih meningkatkan perhatiannya pada perekonomian lagi, jadi krisis ekonomi yang pernah dialami tidak akan terjadi lagi dan berharap bahwa Bank Indonesia selalu memainkan peran aktif dalam mengendalikan kondisi ekonomi dari kewenangan secara khusus, mengontrol tingkat suku bunga dan inflasi sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi dapat meningkatkan.

    II.            Pendahuluan
Krisis moneter yang dimulai dengan merosotnya nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat telah menghancurkan sendi-sendi perekonomian, termasuk perbankan. Inflasi merupakan salah satu dampak dari terjadinya krisis ekonomi berkepanjangan yang melanda suatu negara. Inflasi adalah suatu keadaan dimana terjadi kenaikan harga-harga secara tajam (absolute) yang berlangsung secara terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi inflasi adalah dengan menekan uang beredar baik dalam arti sempit (M1) maupun arti luas (M2) atau likuiditas perekonomian. Efek dari kebijakan ini, bank-bank swasta maupun bank-bank pemerintah berlomba-lomba menaikkan suku bunga. Bunga yang diberikan oleh bank-bank pada masyarakat merupakan daya tarik yang utama bagi masyarakat untuk melakukan penyimpanan uangnya di bank, sedangkan bagi bank, semakin besar dana masyarakat yang bisa dihimpun, akan meningkatkan kemampuan bank untuk membiayai operasional aktivanya yang sebagian besar berupa pemberian kredit pada masyarakat.
Tidak jarang bank-bank menetapkan suku bunga terselubung, yaitu suku bunga simpanan yang diberikan lebih tinggi dari yang diinformasikan secara resmi melalui media massa. Dengan harapan tingkat suku bunga yang dinaikkan akan menyebabkan jumlah uang yang beredar akan berkurang karena orang lebih senang menabung daripada memutarkan uangnya pada sektor-sektor produktif atau menyimpannya dalam bentuk kas di rumah. Sebaliknya, jika tingkat suku bunga terlalu rendah, jumlah uang yang beredar di masyarakat akan bertambah karena orang akan lebih senang memutarkan uangnya pada sektor-sektor yang dinilai produktif.
Suku bunga yang tinggi akan mendorong investor untuk menanamkan dananya di bank daripada menginvestasikannya pada sektor produksi atau industri yang memiliki tingkat risiko lebih besar. Sehingga dengan demikian, tingkat inflasi dapat dikendalikan melalui kebijakan tingkat suku bunga.
Namun ternyata kebijakan ini dapat menimbulkan dampak negatif pada kegiatan ekonomi. Kebijakan uang ketat disatu sisi memang menunjukkan indikasi yang baik pada nilai tukar yang secara bertahap menunjukkan kecenderungan menguat namun di sisi lain kebijakan uang ketat yang mendorong tingkat suku bunga tinggi ternyata dapat menyebabkan cost of money menjadi mahal, hal yang demikian akan memperlemah daya saing ekspor di pasar dunia sehingga dapat membuat dunia usaha tidak bergairah melakukan investasi dalam negeri, produksi akan turun, dan pertumbuhan ekonomi menjadi stagnan.

 III.            Landasan Teori
Menurut Nopirin mendefinisikan suku bunga adalah biaya yang harus dibayar oleh peminjam atas pinjaman yang diterima dan merupakan imbalan bagi pemberi pinjaman atas investasinya. Suku bunga mempengaruhi keputusan individu terhadap pilihan membelanjakan uang lebih banyak atau menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan. Suku bunga juga merupakan sebuah harga yang menghubungkan masa kini dengan masa depan, sebagaimana harga lainnya maka tingkat suku bunga ditentukan oleh interaksi antara permintaan dan penawaran uang.
Suku bunga dibedakan menjadi dua, suku bunga nominal dan suku bunga riil. Suku bunga nominal adalah tingkat bunga (rate) yang dapat diamati di pasar. Sedangkan suku bunga riil adalah konsep yang mengukur tingkat bunga yang sesungguhnya setelah suku bunga nominal dikurangi dengan laju inflasi yang diharapkan. Tingkat suku bunga juga digunakan pemerintah untuk mengendalikan tingkat harga, ketika tingkat harga tinggi dimana jumlah uang yang beredar di masyarakat banyak sehingga konsumsi masyarakat tinggi akan diantisipasi oleh pemerintah dengan menetapkan tingkat suku bunga yang tinggi.
Dengan tingkat suku bunga tinggi yang diharapkan kemudian adalah berkurangnya jumlah uang beredar sehingga permintaan agregat pun akan berkurang dan kenaikan harga bisa diatasi.
Menurut Edward dan Khan (1985) ada dua jenis faktor yang menentukan nilai suku bunga, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi pendapatan nasional, jumlah uang beredar (JUB), dan inflasi yang diduga. Sedangkan faktor eksternal merupakan suku bunga luar negeri dan tingkat perubahan nilai tukar valuta asing.
Menurut Laksmono (2001), nilai suku bunga domestik di Indonesia sangat terkait dengan suku bunga internasional. Hal ini disebabkan oleh akses pasar keuangan domestik terhadap pasar keuangan internasional dan kebijakan nilai tukar yang kurang fleksibel. Selain suku bunga internasional, tingkat diskonto SBI juga merupakan faktor penting dalam penentuan suku bunga di Indonesia.
Peningkatan diskonto SBI segera direspon oleh suku bunga PUAB (Pasar Uang Antar Bank), sedangkan respon suku bunga deposito baru muncul setelah 7–8 bulan. Faktor lain yang turut berpengaruh dalam penentuan suku bunga di Indonesia adalah kondisi likuiditas yang berdampak pada suku bunga PUAB dalam jangka pendek. Namun dalam jangka panjang akan mendorong arus modal masuk sehingga pengaruhnya terhadap suku bunga deposito dan suku bunga kredit lebih kecil.

 IV.            Pembahasan
Suku Bunga
Ada tiga teori yang menjelaskan hubungan antara suku bunga yang berbeda jangka waktu (Laksmono, 2001:76), yaitu:
1.      Segmented Market Theory, mengatakan bahwa masing-masing instrumen dengan jangka waktu berbeda ditentukan oleh pasar yang berbeda dengan permintaan dan pasokan pasar yang berbeda. Teori ini mengasumsikan peminjam dan pemberi pinjaman memiliki preferensi terhadap jangka waktu tertentu. Dalam teori ini diasumsikan bahwa peminjam dan pemberi pinjaman tidak berpindah dari satu pasar ke pasar lain sehingga instrumen dengan jangka waktu berbeda tidak dapat saling berganti. Pendapatan di setiap pasar dianggap tercipta dari permintaan dan pasokan di pasar tersebut.
2.      Expectation Theory menganggap instrumen jangka waktu berbeda dapat saling berganti secara sempurna. Suku bunga merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek selama periode instrumen jangka panjang. Teori ini menjelaskan perbedaan term structure of interest rate dari waktu ke waktu dan juga menerangkan kecenderungan suku bunga instrumen jangka waktu yang berbeda bergerak searah karena adanya pergantian.
3.      Preferred Habitat Theory mengatakan bahwa suku bunga jangka panjang merupakan rata-rata ekspektasi suku bunga jangka pendek sepanjang periode instrumen jangka panjang ditambah dengan liquidity premium yang besarnya tergantung pada kondisi penawaran dan permintaan saat itu. Teori ini mengasumsikan adanya substitusi antar instrumen dan adanya preferensi investor atau instrumen tertentu yang disebut juga pergantian tidak sempurna. Dalam preferred habitat theory ini, suku bunga pada periode n sama dengan rata-rata dari ekspektasi suku bunga bulan ke depan selama periode n ditambah dengan premium. Adanya liquidity premium membedakan teori ini dengan lainnya. Umumnya peminjam dana menawarkan liquidity premium yang positif untuk menarik pembeli instrumen jangka panjang sebagai kompensasi atas risiko likuiditas yang lebih besar dibandingkan instrumen jangka pendek.
Kurs
Kurs valuta asing adalah perbandingan nilai tukar mata uang suatu negara dengan negara lain. Nilai kurs terbagi atas:
1.      Kurs jual adalah harga jual valuta asing oleh bank atau money changer.
2.      Kurs beli adalah kurs yang diberlakukan bank apabila bank membeli valuta asing.
Nilai tukar mata uang yang lainnya disebut Kurs. Menurut Paul R. Krugman dan Maurice (1994:73) Kurs adalah harga sebuah mata uang dari suatu negara yang diukur atau dinyatakan dalam mata uang lainnya.
Menurut Nopirin (1996:163) Kurs adalah pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan mendapat perbandingan nilai/harga antara kedua mata uang tersebut.
Menurut Salvator (1997:10) Kurs atau Nilai Tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Transaksi Valuta Asing dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling menukarkan simpanan bank mereka serta melaksanakan secepatnya.
Kurs yang melandasi perdagangan seketika (On The Spot) ini disebut Kurs Spot (Spot Exchange Rate), sedangkan kesepakatannya disebut Transaksi Spot. Istilah “seketika” atau “spot” ini sebenarnya kurang tepat mengingat pertukaran spot lazimnya baru dilaksanakan dua hari setelah tercapainya kesepakatan.
Keterlambatan ini terjadi karena dalam kebanyakan transaksi bank perlu dua hari guna melaksanakan instruksi pembayaran (misalnya berupa cek). Dalam kepustakaan Pasar Valuta Asing, tanggal dimana kedua belah pihak benar-benar menerima dana yang mereka beli, yakni dua hari setelah kesepakatannya, disebut Tanggal Nilai (Value Date).
Beberapa kesepakatan Valuta Asing secara khusus menetapkan suatu tanggal nilai lebih dari dua hari, bisa 30 hari, 90 hari, 180 hari, atau bahkan beberapa tahun. Kurs yang menjadi dasar bagi transaksi semacam ini disebut Kurs Berjangka (Forward Exchange Rate). Biasanya, Kurs ini akan memiliki selisih bila dibandingkan dengan Kurs Spot maupun Kurs Berjangka yang tanggal nilai pemberlakuannya berbeda. Bila hari ini anda sepakat menjual Pound untuk memperoleh dolar dimasa mendatang atas dasar Kursnya di waktu kemudian, maka anda “menjual pound berjangka” dan “membeli dolar berjangka”.
Pendekatan Perdagangan Terhadap Pembentukan Kurs Salah satu model kurs tradisional yang sangat penting didasarkan pada kajian terhadap arus pertukaran barang dan jasa antar negara, artinya model ini melihat bahwa nilai tukar atau kurs antar dua mata uang dari dua negara ditentukan oleh besar kecilnya perdagangan barang dan jasa yang berlangsung diantara kedua negara tersebut. Itulah sebabnya model ini lazim disebut sebagai pendekatan perdagangan (trade approach) atau pendekatan elastisitas (elastisitas approach to exchange rate determination).
Menurut pendekatan ini kurs equilibrium adalah kurs yang akan menyeimbangkan nilai impor dan ekspor dari suatu negara. Jika nilai impor negara tersebut lebih besar ketimbang nilai ekspornya (artinya negara yang bersangkutan mengalami defisit perdagangan).
Maka kurs mata uangnya akan mengalami peningkatan (artinya mata uangnya mengalami depresiasi atau penurunan nilai tukar) dan hal ini akan berlangsung secara cepat dalam sistem kurs mengambang yang berlaku saat ini. Peningkatan kurs (angka nominalnya) atau penurunan nilai tukar mata uang tersebut akan membuat harga dari berbagai komoditi ekspornya menjadi lebih murah bagi para importir atau pihak asing sedangkan berbagai produk barang dan jasa impor menjadi lebih mahal bagi penduduk domestik. akibatnya lambat laun ekspor negara tersebut mengalami kenaikan dan impor menurun sampai akhirnya nilai perdagangan internasionalnya benarbenar seimbang (impor = ekspor).
Karena kecepatan proses penyesuaian tersebut ditentukan oleh respon atau elastis impor dan ekspor terhadap perubahan-perubahan kurs, maka pendekatan ini disebut pendekatan elastisitas (Salvator : 1997:42). Kurs antara dua mata uang bisa dibuat sama di berbagai pusat moneter melalui arbitrase. Istilah ini mengacu pada praktek pembelian suatu mata uang disebut pusat moneter dimana harganya lebih murah, untuk kemudian segera dijual kembali ke pusat moneter lainnya yang menawarkan harga lebih mahal, dalam rangka mencetak keuntungan dalam jangka pendek. Begitu kegiatan arbitrase berlangsung, kurs antar dua mata uang cenderung mendekat sehingga sama besarnya di dua pusat moneter yang terkait.

    V.            Kesimpulan
Terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia dan inflasi secara bersama-sama terhadap nilai tukar rupiah atas US$. Dan pengaruh yang signifikan antara variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia secara parsial terhadap nilai tukar rupiah atas US$. Serta pengaruh yang signifikan antara variabel inflasi secara parsial terhadap nilai tukar rupiah atas US$. Dan hubungan yang erat antara variabel tingkat suku bunga Bank Indonesia dan inflasi terhadap nilai tukar rupiah atas US$.

 VI.            Daftar Pustaka
Buku Intisari Ekonomi, Drs. Nur Jaka, Pustaka Setia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar